Visi & Misi

Visi
Menjadikan siswa berakhlak karimah, berprestasi akademik optimal.

Misi
Menjadikan lembaga pendidikan Islam yang layak dan mudah di contoh.

Dengan senantiasa meneladani Rasulullah Saw, mari tingkatkan terus semangat berbudi sekaligus berprestasi internasional

Kamis, 25 Desember 2008

Sabet Medali Perunggu & Perak pada Kejuaraan Kempo


Pertengahan bulan Nopember 2008 lalu, berlangsung kejuaran Nasional Kempo antar Kota ke VIII bertempat di Hall Basket Gelora Bung Karno Jakarta Salah satu murid SD Al Hikmah kelas V , Amitoshi Aldzikri terpilih memperkuat team Kempo kota Surabaya bersama 11 kenshi lain. Jerih payah Toshi selama ini akhirnya terbalas dengan meraih juara III memperoleh Medali Perunggu untuk pertandingan Embu Berpasangan Putera Yunior kyu II (Tingkatan sabuk biru).

“Alhamdulillah jerih payah saya ikut Training Center di Universitas Narotama & Universitas Surabaya yang berlangsung selama 2 bulan mulai awal September dan latihan diadakan setiap malam jam 19.00 s/d jam 21.30 membawa hikmah” ungkap Toshi saat kami wawancarai. Sedangkan team Kempo kota Surabaya berhasil membawa 4 emas, 2 perak & 1 perunggu dan berhasil keluar sebagai juara umum ke 3. Kejuaraan Nasional Kempo antar kota se-Indonesia ini diikuti oleh 560 kenshi yang dating dari 49 kota dari 23 provinsi di Indonesia, diantaranya dari kota Banda Aceh, Bukit Tinggi, Denpasar, Kutai Kartanegara, Sorong dan Jayapura Sementara Bushido Bugario, siswa kelas 1 SD Al Hikmah meraih medali Perak untuk kategori Kerapihan Teknik Berpasangan Putera kyu 4 pada Kejuaraan Kempo Yunior se kota Surabaya. Kejuaran ini memperebutkan piala KONI Surabaya.
Kejuaraan yang dilangsungkan pada awal bulan Nopember lalu tersebut bertempat di Universitas Kristen Petra Surabaya diikuti oleh 119 kenshi dari 6 kota di Jawa Timur yaitu Dojo Uniar, Dojo Ubaya, Dojo Untag, Dojo Universitas Widya Mandala dari Surabaya, Dojo Universitas Brawijaya & Unmer dari Malang, Dojo Madrasah Aliyah Negeri 1 Tulungagung serta Dojo Madrasah Aliyah Negeri 1 Kediri. Dojo Sidokare Sidoarjo, & dojo Semen Gresik.( atm)


Selengkapnya......

Dengan Sampah Bisa Jadi Juara


Satu lagi prestasi bergengsi berhasil ditorehkan oleh Al Hikmah. Kali ini giliran guru yang berhasil membawa pulang piala lomba guru kreatif se-Jawa. Adalah Ustad Imam Syafii yang menjadi juara III dari lomba yang diadakan perusahaan minuman terkenal di Indonesia tersebut. Dengan mengambil judul “Media papan sampah sebagai sarana melatih tanggung jawab pada anak” Ustad Imam berhasil mngungguli peserta
lain dari berbagai sekolah di Pulau Jawa.

Pengumuman dan penyerahan
piala diselenggaran di Semarang pada tanggal 27 November 2008.
Sebanyak 746 peserta yang terdiri dari guru TK – SMA se-Jawa
mengikuti lomba yang diadakan oleh UNIKA Semarang dan Marimas ini.
Dari sekian banyak peserta dipilih 10 peserta dari masing-masing jenjang
sekolah untuk mengikuti fi nal di LPMP Semarang. Dari Al Hikmah ada du
guru yang terjaring masuk fi nal, Yaitu Ustad Imam Syafi i dan Ustadzah
Yuniati.
Pada babak final kesepuluh peserta mempresentasikan karya-karya berupa pembelajaran
kreatif di depan para juri. Melalui berbagai tahapan akhirnya
dipilih 5 peserta yang maju ke babak Grand Final. Suasana
menegangkan mewarnai tes public untuk memilih juara 1 – 3.
Tiap peserta memilih amplop dan menjawab pertanyaan di dalamnya dihadapan 10
orang juri dan semua audien. “Alhamdulillah saya menjawab
pertanyaan dengan baik meskipun agak nervous” Ungkap Ustad Imam saat
menceritakan pengalaman di depan semua Ustad-dan ustadzah. Selain uji
publik seleksi juara juga ditentukan dengan microteaching dari materi yang
dibuat sampai akhirnya dipilih tiga peserta terbaik untuk jadi juara.
Tidak dibutuhkan biaya besar dan alat yang rumit untuk memenangkan
lomba ini. Ustad Imam hanya memanfaatkan papan bekas dan
beberapa sampah sebagai peraga melatih tanggung jawab anak.
“Ternyata dengan sampah bisa mendapat hadiah” begitu kata Ustad
Imam sambil berseloroh. Dengan kemenangan ini ini Ustad Imam
berpesan bahwa kita semua bisa jadi juara asal kita mau berusaha. (bee)


Selengkapnya......

Rabu, 03 Desember 2008

Dibutuhkan, Pembelajaran Bahasa yang Kreatif dan Rekreatif!

Mohammad Efendi
Guru SDBI Al Hikmah Surabaya

Banyak orang beranggapan, mengajar bahasa Indonesia itu mudah. Proses belajarnya lancar, semulus perjalanan di jalan tol. Apalagi kondisi sekarang ini begitu mendukung penggunaan bahasa Indonesia. Di rumah, di sekolah, di jalan, sudah lazim bahasa Indonesia digunakan. Begitu derasnya penggunaan bahasa nasional ini, hingga Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Pak Sahudi perlu memberikan edaran kepada sekolah tentang dua hari berbahasa Jawa di sekolah.

Sebuah upaya internal pendidikan agar bahasa daerah tak makin tergerus. Di lain pihak, dominannya bahasa Indonesia pada ranah-ranah berbahasa tadi, diakui memberi dampak positif bagi pembelajaran bahasa Indonesia: siswa terbiasa mempraktikkan bahasa Indonesia.
Selain hal tersebut, dapat diikutkan pula televisi sebagai alat penambah perbendaharaan kosakata siswa. Tak ada yang mengatakan bahwa siswa belajar bahasa Indonesia dari televisi, padahal sesunggguhnya, siswa dapat mendapat jimbunan kosakata dari kotak pandora ini. Saya teringat keponakan saya bertanya pada saya, “Om, terluka itu apa?” Bocah mungil yang duduk di TK nyeletuk bertanya saat tokoh cerita sinetron berujar, “Apakah mereka terluka?” Rupanya ia tak paham maksud kata berkata dasar “luka” ini.
Namun, keberpihakan suasana saat ini (untuk menggunakan bahasa Indonesia), boleh jadi tak berimbas sama sekali di bangku sekolah jika guru tak jeli dalam memola pembelajaran. Hal tersebut akan mubadzir, dan lenyap begitu saja jika guru masih tetap menomorsatukan membaca dan menulis sebagai isi pembelajaran bahasa. Padahal ada aspek lain yang juga perlu diasah lewat pembelajaran bahasa, yaitu keterampilan mendengar dan berbicara. Sebagai sebuah keterampilan dasar berbahasa, keempat keterampilan ini harus mendapatkan porsi asah (belajar) yang sama. Salah besar jika guru bahasa hanya mengajak anak didiknya membaca buku paket lalu mengerjakan soal saja. Apalagi sekarang tak terhitung banyaknya buku paket maupun buku soal latihan. Atau lebih fokus pada pengajaran mengarang dan tanda baca saja, karena itu yang keluar di ujian. Itu tidak patut dilakukan. Karena semangat pembelajaran bahasa adalah pengasahan empat keterampilan berbahasa secara berimbang: mendengar, berbicara, membaca, menulis.
Sebenarnya, empat keterampilan berbahasa tadi telah terwadahi dalam kurikulum. Namun, karena pola pembelajaran lebih tergantung pada “sang sopir”, maka semuanya tergantung pada kemauan guru dalam melaksanakan kurikulum. Jika sang guru mau melaksankannya, maka keterampilan siswa akan terasah secara berimbang, namun jika sebaliknya, keterampilan berbahasa akan menjadi “jomplang”.
Pada jenjang Sekolah Dasar, alokasi waktu yang disediakan untuk pelajaran bahasa Indonesia cukup ideal. Antara delapan sampai sepuluh jam pelajaran per minggunya. Ketersediaan waktu yang cukup luas ini sebenarnya merupakan tantangan bagi guru untuk memola pembelajaran yang kreatif dan rekreatif, dengan tetap berdasar pada kurikulum. Misalnya materi berwawancara dengan nara sumber. Mungkin cukup “memadahi” hanya dengan membaca buku paket, lalu menyimpulkan dan menjawab pertanyaan. Namun, jauh baik jika guru mengajak siswa untuk melajukan wawancara sederhana sungguhan. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, lalu mereka diminta untuk menentukan orang yang akan mereka wawancarai. Sebelum terjun ke lapangan, mereka menyiapkan alat yang diperlukan (tape recorder, notebook, pulpen) serta menyusun daftar partanyaan wawancara. Baru kemudian tiap kelompok membuat laporan dan mmpresentasikannya di kelas. Saat presentasi, kelompok yang lain dapat mengajukan pertanyaan. Pengajaran wawancara ini juga dapat didesain dengan menghadirkan nara sumber di kelas. Hal tersebut akan memberikan suasana berbeda dalam pengajaran bahasa.
Pembelajaran drama juga dapat diskenario dengan menarik. Setelah diajak berdiskusi tentang penulisan drama, anak-anak diminta untuk menyusun naskah drama sendiri dan mementaskannya. Tentunya mereka lebih dulu dikelompokkan dalam kelompok drama. Agar anak-anak mengenal cerita rakyat, guru mengundi beberapa judul cerita rakyat. Dengan demikian, judul cerita rakyat yang dibawakan tiap kelompok berbeda, jadi lebih bervariasi. Kelompok satu memmbuat drama “Sangkuriang”, yang lainnya mungkin “Legenda Danau Toba” atau “Batu Belah”. Biasanya, kegiatan ini tak akan selesai dalam satu pertemuan. Mungkin empat sampai lima pertemuan. Karena rangkaiannya cukup panjang. Mulai dari pembuatan kelompok, penentuan judul, dan penyusunan naskah drama. Dilanjutkan dengan latihan pentas drama dan pentas sungguhan.
Dalam pelaksanaanya pendampingan guru dituntut optimal. Karena ini berkaitan dengan sebuah proses kreatif yang bersifat individual. Selain itu, guru juga dituntut untuk menerapkan standar evaluasi yang sesuai. Dalam pembelajaran drama dengan skenario seperti ini, nilai dapat diambil dari (1) naskah drama; keterampilan menulis dan (2) pentas drama; mendengar, berbicara, membaca. Dengan demikian, semua aspek keterampilan berbahasa tertampung dalam pembelajaran dan evaluasi. Dan yang pasti, pembelajaran menjdi menarik dan tak membosankan.
Dengan mendesain pengajaran yang kreatif dan rekreatif siswa tak akan jenuh. Lain halnya jika siswa hanya dikungkung di kelas saja. Materinya pun hanya melulu yang ada di buku paket. Anak akan cepat bosan saat belajar. Dan kunci utama untuk mengubah itu semua adalah “sang guru”. Beliaulah yang dapat mengubah suasana bosan menjadi menyenangkan. Keadaan biasa menjadi menggembirakan. Dan tak ada salahnya sesekali guru mengeluarkan ice breaker agar siswa menjadi fresh kembali. Ice breaker tersebut dapat berupa permainan huruf, kata, game sederhana, atau cerita. Permainan huruf misalnya, menyusun kata sebanyak-banyaknya dari beberapa huruf yang ditulis guru dlam waktu satu menit. Game ini dapat diulang dua sampai tiga kali. Berdasar pengalaman, permainan ini tak butuh waktu lebih dari 5 menit. Siswa akan tampak bergairah kembali seusai permainan ini dan siap melanjutkan pelajaran. Ibarat sebuah perjalanan, ice breaker menjadi tempat beristirahat bagi otak siswa. Untuk selanjutnya berjalan lagi dengan kondisi yang bugar kembali.
Saat ini telah banyak berkembang model skenario pembelajaran. Di antaranya adalah aplikasi teori quantum. Pentahapannya meliputi Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasi, Ulangi, dan Rayakan. Pada Tumbuhkan: guru menumbuhkan minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Alami: siswa diberi kesempatan untuk mengalami hal yang akan dipelajari. Namai: siswa dengan dibimbing guru diajak untuk menemukan hasil pembelajaran. Demonstrasi: siswa diberi waktu untuk mendemonstrasikan hasil belajarnya. Ulangi: siswa dan guru mereview kembali proses dan hasil belajar yang telah mereka lakukan. Dan Rayakan: guru dan siswa merayakan keberhasilan mereka dalam mempelajari materi pelajaran. Rayakan daat berupa bernyanyi bersama, tepuk tangan, atau bentuk yang lainnya.
Sesungguhnya, skenario pembelajaran itu penting. Karena ia menjadi rel bagi kereta pembelajaran di kelas. Namun, yang lebih penting lagi adalah menumbuhkan niat memola pembelajaran kreatif dan rekreatif dalam diri guru. Karena semangat itulah yang akan mewarnai proses belajar yang ia lakukan, dan yang akan diterima siswa. Sebaik apapun skenario, jika “sang masinis” tak lagi punya keinginan untuk berubah, maka kebaikan itu hanya akan ada di kertas belaka. Dan tak akan teraplikasikan dalam kenyataan. efendialhikmah@yahoo.co.id


Selengkapnya......

kontak via email : sdalhikmah@gmail.com