Visi & Misi

Visi
Menjadikan siswa berakhlak karimah, berprestasi akademik optimal.

Misi
Menjadikan lembaga pendidikan Islam yang layak dan mudah di contoh.

Dengan senantiasa meneladani Rasulullah Saw, mari tingkatkan terus semangat berbudi sekaligus berprestasi internasional

Kamis, 25 Juni 2009

ILUSI RELIGI

Kamis (25/6) tepat jam 08.00 WIB pameran lukisan kelas 5 SD Al-Hikmah Surabaya secara resmi dibuka Kapolres Sidoarjo, AKBP Drs. Setija Junianta, M.Hum. yang juga wali murid dari ananda Diva Dwiputra kelas VC.
Pameran ini digelar setiap tahun sebagai bentuk perwujudan kreasi siswa kelas 5. Tema kali ini adalah “ Cinta Kepada Al Quran “ jadi sebagian besar lukisan yang dipajang bertemakan Asmaul Husna dan lukisan keindaan ciptaanNya. Jumlah lukisan yang dipamerkan kurang lebih 375 buah dengan ukuran besar/kecil.
Dalam sambutannya AKBP Drs. Setija Junianta, M.Hum. mengatakan bahwa siswa di sekolah tidak hanya menuntut ilmu tetapi juga harus berperilaku yang baik sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah Muhammad SAW, seperti hormat kepada orang tua, guru, ataupun kepada orang yang lebih tua. Disamping itu wujud cinta kepada Alquran tidak hanya menulis ayat-ayatNya di kanvas tetapi lebih mengamalkan ayat-ayatNya tersebut di setiap harinya.
Lukisan yang dipamerkan ini dipasang label nominal harga antara Rp.100.000 – Rp. 300.000, bahkan ada siswa yang mematok harga sampai Rp. 500.000. Tentu saja hal ini disesuaikan dengan aspek keindahan dari lukisan tersebut. Alhamdulillah sehari sebelum pameran dibuka, telah laku terjual 5 lukisan yang dibeli seorang kolektor dari Jakarta. Rencananya hasil dari penjualan lukisan ini dikembalikan kepada siswa dan diambil sedikit sebagai infak yang akan diserahkan kepada pihak yang berhak menerima.
(Read One)
Selengkapnya......

Rabu, 24 Juni 2009

Mengasah Kreativitas dan Keberanian Lewat Lomba

Beberapa hari terakhir sebelum rapor dibagikan, anak-anak SD AL Hikmah serentak mengikuti berbagai lomba yang ada. Diantaranya, lomba nyunggi tempeh, sepak bola, membaca doa dan ikrar dalam bahasa inggris. Kemarin, tepatnya hari Selasa tanggal 24 Juni anak-anak kelas dua mengikuti lomba membaca doa dan ikrar dalam bahasa inggris. Lomba ini diadakan di serambi Masjid Al Hikmah.

Lomba ini menampilkan seluruh siswa kelas dua dalam kemahirannya dalam berbicara bahasa Inggris, Arab, dan Indonesia. Anak-anak sangat antusias mengikuti lomba ini. Penilaiannya meliputi kekompakkan kelas, intonasi suara, dan kerapian. Tiap kelas menampilkan kreativitasnya masing-masing. Sungguh penampilan yang sangat menarik dan patut kita acungi jempol,karena tanpa kita sadari, ternyata anak-anak tampil dengan berani dan percaya diri di hadapan orang banyak, mereka tampil kreatif dalam menyajikan materi yang dilombakan. Tak heran,jika suasana menjadi begitu meriah oleh tepuk tangan penonton dan dewan juri. Anak-anak tampil begitu menawan, sehingga dewan juri sedikit kewalahan dalam memberikan penilaian. Tim juri terdiri dari guru bahasa inggris yang terdiri dari tiga orang. Ternyata, potensi anak-anak sangat luar biasa bila diberikan wadah yang tepat. Selain untuk melatih keberanian dan kekompakan, juga untuk mengasah potensi mereka yang terpendam selama ini. (sugeng)
Selengkapnya......

Selasa, 23 Juni 2009

TASYAKURAN


“Ustadz, aku besok bawa apa, ya? Aku bingung?” celetuk seorang siswa kelas IV. Ya, Ujian Kenaikan Kelas (UKn) sebagai pekan menegangkan telah selesai dilaksanakan pekan kemarin, mulai kelas I s.d. kelas V. Pekan ini, 22 –26 Juni 2009, para siswa memasuki pekan pasca-UKn di mana para siswa akan mendapat program atau acara yang sangat menyenangkan dirinya. Setiap kelas memiliki cara sendiri untuk mengisi acara pasca UKn.


Kelas IV mengadakan acara tasyakuran di kelas masing-masing. Acara ini merupakan salah satu bentuk syukur kelas IV kepada ALLAH swt karena telah melewati masa “menegangkan”: UKn. Para siswa membawa makanan sendiri-sendiri sesuai yang mereka sukai. Kemudian, makanan itu dikumpulkan di atas meja untuk dinikmati bersama. “Ustadz, tolong bukain punyaku. Aku nggak bisa bukanya.” Pinta Haris kepada ustadz untuk membatu membuka sekardus susu yang dibawanya dari rumah. Setiap anak membawa makanan sendiri tanpa diatur seperti acara cooking class sebelumnya. Dan alhamdulillah, setiap makanan yang dibawa anak-anak berbeda: buah jeruk, semangka, apel, nasi goreng, mie goreng dan lain-lain. Semua lengkap. Setelah diisi perenungan diri serta evaluasi kegiatan selama satu tahun oleh wali kelas, semua berdoa bersama.

Selesai berdoa, “Alhamdulillah, selamat menikmati anak-anak.” Semua siswa segera mengambil makanan yang ada di meja. Dalam kegembiraan itu, mereka mengajak teman-teman di kelas lain untuk menikmati makanan bersama.
“Ustadz, ini aku berikan ke labkom ya.”
Ustadz, ini aku kirimkan ke UKS ya. Mereka kan juga membantu kita selama satu tahun ustadz.” Begitu alasan anak-anak yang diberikan kepada ustadznya. Tidak hanya Labkom dan UKS, mereka juga mengirimkan makanan ke Perpustakaan, dan Lab Multimedia.
Subhanallah...
(amur)
Selengkapnya......

Jumat, 19 Juni 2009

Al Hikmah Honesty Award


Ketika banyak pihak menyoroti angka-angka capaian Unas, Sekolah Al Hikmah lebih tertarik memberikan penghargaan bagi siswanya yang telah mengikuti Unas dengan jujur. Jumat (19/6) pengurus YLPI Al Hikmah menganugerahkan Al HIkmah Honesty Award kepada siswa kelas 6 SD, kelas 9 SMP dan kelas 12 SMA Al Hikmah. Sebuah piala warna kuning emas setinggi 2 meter, bergambar hati di atasnya.

Hadir pada acara yang digelar lesehan di serambi masjid sekolah ini, seluruh pengurus, komite sekolah, para guru dan pimpinan sekolah, perwakilan dari UPDT BPS Kecamatan Gayungan, dan siswa kelas 6, kelas 9 dan 12 Sekolah Al Hikmah.
“Mendapatkan nilai yang baik dalam UASBN memang penting, Tetapi meraih nilai tersebut dengan usaha yang jujur jauh lebih penting. Alhamdulillah, saya bangga kepada siswa Al Hikmah yang bisa mempertahankan tradisi kejujuran ketika mengikuti ujian”, kata Ir. Abdulkadir Baraja, Pembina YLPI Al Hikmah.
“Saya terharu diundang menghadiri acara ini. Bagi saya ini spesial, karena yang lebih dihargai adalah kejujuran siswa. Dan memang saya percaya selama ini memang pelaksanaan Unas di Al Hikmah jujur. Saya yakin tahun depan prestasi siswa akan lebih baik lagi”, kata Fatahullah, SH, Kepala UPDT BPS Kecamatan Gayungan.
Muhammad Nouval Isroq Pratama, siswa kelas 6, mengaku senang dengan pemberian penghargan ini. “Kami memang selalu diminta jujur. Tak perlu nyontek. Kan kami memang sudah siap ikut ujian. Sudah lama siap-siapnya”
Setelah menerima piala tersebut, siswa-siswa berebut mengangkatnya. Mereka lalu mengaraknya di sepanjang jalan sekitar sekolah. Sambil berjalan, mereka juga membagikan beras kepada tukang becak, pasukan kuning, penjaga rel kerta api, polisi cepek. Juga kepada tukang kebun dan satpam sekolah.
Beras tersebut merupakan sumbangan seluruh pengurus yayasan, komite sekolah, guru dan karyawan dan orang tua siswa. Tidak kurang dari 2 ton beras telah terkumpul.
Kenapa mensyukurinya dengan beras ?
“Pertama, beras adalah kebutuhan pokok semua orang. Beras juga berasal dari padi. Kami ingin anak-anak seperti beras, dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat. Sekaligus meniru padi, lebih berisi lebih rendah hati”, kata Drs. Gatot Sulanjono, Kepala SD Al Hikmah.
Selengkapnya......

Jumat, 12 Juni 2009

Status SBI, Sebuah Renungan Bersama

Ratih Fitria Dewi *)

Tulisan ini saya buat ketika rekan-rekan saya sedang sibuk-sibuknya memperjuangkan sertifikasi. Ketika melihat mereka berjuang sekuat tenaga sehingga keluarlah niat saya untuk ikut “berjuang” keluar dari zone nyaman rutinitas sebagai guru, lalu coba-coba menulis, hitung-hitung sebagai trial & error semoga saja bisa memberi manfaat.

Ketika sekolah ini mendapat status sebagai Sekolah Bertaraf Internasional adalah sebuah rasa kebanggaan di hati karena ini untuk pertama kalinya sebuah lembaga yang bervisi dakwah melalui misi pendidikan memulai merintis jalur internasional. Bagaimana tidak ini berarti kita sudah berdiri sebagai umat yang bergabung dengan umat lain dibelahan bumi lain dalam ikatan internasional. Dan saya yang masih belum ada apa-apanya ini bisa pula terlibat di dalamnya.
Allah telah menegaskan posisi kita sebagai khoiru ummah (umat terbaik) maka tidak selayaknya kita dengan status SBI ini kemudian melanggar dan boleh keluar dari semua identitas islami atas dasar status internasional. Penggunaan bahasa inggris yang mulai kita beri proporsi perhatian hendaknya hanya sebuah sarana untuk mengokohkan dan semakin menebalkan konsep kita dalam menyebarkan konsep Islam rahmatan lil alamin. Sebagai bagian dari umat lain dipenjuru dunia lain untuk berdiri bersama memakmurkan bumi dan segala isinya.
Kedua, hendaknya konsep internasional yang kita raih bisa menjadi pemecut semangat kita untuk mengambil hal-hal positif dari bangsa Raffles ini. Inggris dikenal semangat pantang menyerahnya, demokratis dalam bersikap, namun amat bangga dengan tradisi leluhurnya sehingga sering disebut bangsa konservatif.
Begitu pula kita sebagai seorang guru. Nilai pantang menyerah dalam menghadapi permasalahan anak didik, mau semakin melebarkan telinga untuk mendengar keluh kesah atau cerita anak-anak kita dan bangga dengan izzah sebagai muslim.
Ketiga, status internasional ini adalah sebuah amanat besar untuk menjawab tantangan hadirnya “produk” sekolah yang berbasis dakwah dalam kancah internasional, yaitu hadirnya generasi muslim sejati, generasi mandiri, mampu mempertahankan kehormatan dan harga dirinya sekaligus mampu menyebarkan rahmat bagi semesta alam.
Itulah sebabnya saat ini saya sedang berusaha keras dan terus belajar menanamkan itu semua dalam praktek bertahap saat mengajar ataupun sebagai mitra kelas. “Menggarap” keberanian untuk mempraktekkan bahasa Queen Elizabeth ini dalam kegiatan sehari-hari. Like Mr. Fadholi (my shensei di English Learning) have said to me : “Practice makes perfect” . Juga belajar menjadi guru yang lebih banyak mendengarkan ketimbang sekedar mendengar ketika anak-anak bercerita hal-hal “remeh” macam Adhnan yang bercerita tim sepak bola kesayangannya ataupun Rafi yang sangat kagum dengan Ultramannya.Semoga semangat internasional dalam bahasa komunikasi kita, juga berimbas pada cara pandang dan ketakwaan kita yang men”dunia”..

*) Guru SDBI Al Hikmah
Selengkapnya......

Rabu, 10 Juni 2009

Mengapa bertanya ”mengapa” lima kali?

Alex Murgito *)

Anda yang mempunyai anak kecil, setiap hari anda akan menemukan pertanyaan “Apa ini, Pa?” “Apa ini, Ma?” “Kenapa kok begini?”
Sering pertanyaan yang diajukannya tidak berhenti sampai di sana. Dia akan terus mengejar dengan pertanyaan “Kenapa?” atau “Mengapa?” sampai kita tidak bisa menjawab.


Lewat pertanyaan-pertanyaan lugu seperti itu, mereka belajar hubungan sebab akibat. Jadi, tidak salah jika kita menganggapnya sebagai makhluk pembelajar.
Sayangnya, kemampuan tersebut berangsur-angsur berkurang begitu mereka beranjak dewasa. Bahkan hilang sama sekali. Mereka menjadi terbiasa menghafalkan data dan fakta.

Kita percaya pada pendapat yang dimasukkan ke kepala kita tanpa menilai secara kritis. Kita juga jarang mempertanyakan “kenapa” dan “mengapa” ketika diminta mengerjakan sesuatu.
Padahal pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang sering menjadi dasar kreativitas dan inovasi. Para inovator yang berhasil adalah orang-orang yang masih mampu mempertahankan sifat-sifat rasa ingin tahu bak seorang anak kecil.

Kita bisa mengulang masa kecil kita untuk meningkatkan kreativitas kita yang telah berkurang atau bahkan hampir hilang. Kita bisa memakai sebuah teknik yang dikenal sebagai 5-Whys (5-Mengapa) yang diperkenalkan oleh Toyota. Melalui teknik ini, kita diajak kembali untuk terus bertanya “Mengapa” sekitar 5 kali sampai kita mendapatkan jawaban final. (Angka 5 bukanlah angka mati. Mungkin Anda cuma perlu bertanya 3-4 kali, atau kadang-kadang 6 kali. Tetapi angka 5 dianggap cukup representatif.)

Pada awalnya, teknik ini digunakan untuk mengidentifikasikan masalah di jalur produksi yang muncul sampai ke akar permasalahan yang sebenarnya.
Misalnya, di pabrik dijumpai bahan baku yang sudah kadaluarsa. Dengan memakai teknik 5-Whys ini kita mengajukan pertanyaan “Why” yang pertama, “Mengapa bisa terjadi?”. Jawaban: “Karena barang-barang baru selalu diletakkan di atas sehingga barang-barang di bagian bawah jarang terpakai.”
Jangan puas dengan jawaban tersebut terlebih dahulu karena Anda baru memakai 1 “Why” dan masih ada 4 “Whys” yang tersisa.
Kejar terus dengan pertanyaan, “Mengapa cara tersebut dipakai?” Jawabannya mungkin, “Karena supervisor yang meminta kami melakukannya.”
Why yang ketiga: “Mengapa supervisor meminta begitu?” Jawaban berikutnya bisa jadi, “Karena dia menganggap ini bukanlah masalah penting.”
Why yang keempat, “Mengapa dia menganggap itu bukan masalah penting?” Jawaban yang datang kemudian, mungkin seperti ini: “Karena kenaikan gaji dan bonusnya dinilai berdasarkan keluaran mesin, bukan mengurus bahan baku.” Anda mungkin tidak perlu bertanya lebih lanjut bila merasa jawaban terakhir sudah menyentuh akar permasalahan.

Dari contoh di atas kita bisa melihat bagaimana pertanyaan “Why” yang terus menerus bisa menemukan masalah sebenarnya. Masalah bahan baku yang kadaluarsa tersebut bukan sekadar masalah kelalaian, tetapi merupakan masalah yang lebih sistemik yang menyangkut sistem kompensasi karyawan. Bila jumlah bahan baku yang rusak tersebut cukup besar, maka perusahaan perlu memperbaiki masalahnya tepat di sumbernya, yaitu di sistem kompensasi.

Cara ini termasuk murah meriah dan sangat berguna. Para anak kecil memakai teknik ini setiap hari dan menjadi bagian dari hidup mereka. Para guru, sangat sering menjumpai hal yang demikian. Karena kita semua pernah menjadi anak kecil, kita hanya perlu melatih kembali pemakaian teknik ini.
Mulailah bertanya “Mengapa?” terus menerus mulai sekarang.

*) Guru SDBI Al Hikmah

Selengkapnya......

Selasa, 09 Juni 2009

“Gini lho Ustadz ...



“Gini lho Ustadz. Kabelnya ditancepin ke situ dulu. Lalu, tombol yang hitam ini di tekan ke atas. Sedangkan tombol itu digeser ke kanan. Nanti setelah agak panas, kita masukkan
roti tawar ini ke dalamnya.” Jelas Rafi dengan penuh semangat kepada Ustadz Alex yang kebetulan ada di dekatnya. Dia pun melanjutkan dengan memasukkan dua roti tawar ke dalam toaster yang dipakainya untuk membuat roti bakar.
“Ini Ustadz. Nanti setelah beberapa saat, dia akan dikeluarkan lagi oleh toaster. Itu atinya roti sudah matang dan siap dibuat roti bakar.” Lanjut Rafi. “Pluk.” Suara toaster mengeluarkan dua roti yang tadi dimasukkan. Dengan pisau yang dibawa, Rafi mengambil roti itu dan menaruhnya dipiring. Dia masukkan dua roti lagi ke alat yang dia pakai itu. Sambil menunggu roti yang kedua panas, Rafi mengolesi roti yang sudah matang dengan selei coklat.
“Bagian ini harus diolesi selei ustadz agar roti terasa enak.”
Acara cooking class yang dilaksanakan oleh kelas IV ini berlangsung sangat meriah. Para siswa menyambut dengan sangat antusias.
“Sangat menyenangkan dan uenak.” Begitu komentar siswa-siswi kelas IV seputar acara cooking class yang dilaksanakan pada Sabtu, 06 Juni 2009.
“Kalau diadakan lagi, aku mau, Ustadz.” Begitu komentar Wima, siswa 4A yang diamini oleh teman-temannya.
“Aku bisa latihan kerjasama dengan teman-teman, terutama ketika memasak.” Begitu komentar Adit, siswa 4C yang kebagian membuat es campur.
Lain lagi dengan komentar Wima. “Kalau sudah belajar memasak gini, aku akan belajar memasak sendiri Ustadz. Jadi, misalnya di meja makan tidak ada masakan, aku akan memasak sendiri. Aku kan sudah bisa”

Menu yang diusung oleh tiap kelas berbeda-beda. Menu ini disesuaikan dengan selera kelas masing-masing. Siswa kelas 4A yang sebagian besar menyukai pisang goreng keju, memilih menu ini sebagai menu utama dalam cooking class. Sebagai minuman, dipilih beberapa jus buah dan es milo. Berbeda dengan 4B. Mereka memilih roti bakar dan sandwich. Sebagai pelepas dahaga, anak 4B memilih jus buah. Begitu juga dengan kelas yang lain. Mereka memilih menu yang mereka favotikan.

Setelah semua masakan jadi, semua anak kelas IV menikmati jerih payah mereka dengan anak yatim piatu dari panti asuhan terdekat. Berbagi kebahagiaan, berbagi cerita, dan bercanda menghiasi indahnya siang itu. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sambil belajar memasak, mereka juga belajar berempati kepada sesama. Mereka juga belajar berbagai. Bahwa masih ada teman-teman mereka yang tidak sebahagia mereka. Selesai acara, para siswa merasa bersyukur masih bisa sekolah di tempat yang baik dan memiliki orang tua yang sangat menyayangi mereka. (amur)


Selengkapnya......

Jumat, 05 Juni 2009

Jadwal UKn 2008-2009

Ulangan Kenaikan Kelas Tahun Ajaran 2008-2009 dilaksanakan 4 hari untuk kelas 1 s.d kelas 3, sementara untuk kelas 4 dan 5 dilaksanakan 5 hari. Selama UKn siswa masuk kelas pukul 07.10 Wib dan pulang pukul 12.30 Wib. Untuk materi UKn terdiri dari 30% materi semester 1 dan 70% materi Semester 2.

jadwal secara lengkap dapat dilihat di link berikut:
versi pdf
versi doc
Selengkapnya......

Kamis, 04 Juni 2009

Indahnya Kejujuran

Alex Murgito *)

Negara kurang mampu bersaing bukan karena kurangnya orang pintar atau sumber daya, melainkan karena rendahnya kejujuran rakyatnya. Untuk itu, menanamkan kejujuran kepada siswa sebagai generasi penerus bangsa adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya dalam ceramah atau pelajaran, melainkan juga melalui pembiasaan sehari-hari.

Bahkan ada guyonan, kejujuran itu mahal harganya. Mungkin karena yang bilang itu jarang menemukan kejujuran pada diri orang yang ditemuinya. Ini berarti kejujuran adalah barang antik yang dicari setiap orang tetapi keberadaannya terbatas.
Berbeda jika kita dengan mudah menemukan kejujuran. Kejujuran menjadi murah harganya karena mudah ditemui di sekitar kita.
Sekolah yang berhasil menanamkan kejujuran pada para siswa akan dengan mudah mendapatkan hal itu di sekolah setiap hari. Hal ini seperti peristiwa yang terjadi pada hari Selasa, 2 Juni 2009. Seorang siswa yang sebenarnya sangat pintar dan pendiam, yang sebenarnya sangat wajar mendapat di atas rata-rata, sebuah nilai yang lebih baik dari yang lain, menunjukkan kesalahan yang menguntungkan dirinya.. Jawaban siswa tersebut, dalam sebuah tes 15 soal pilihan ganda dan 5 soal essay, hanya salah satu. Dalam kesempatan ini dimanfaatkan guru untuk mengukur kejujuran siswa, yaitu dengan memberi nilai seratus kepada siswa tersebut, sebuah nilai yang biasa dia dapatkan dan hal itu diakui teman-temannya. Namun, sebenarnya pada saat itu, siswa tersebut tidak berhak mendapat nilai seratus.
Apa yang terjadi ketika hasil tes dibagikan? Siswa tersebut melaporkan ke guru, “Ustadz, jawaban saya salah satu. Jadi saya tidak seharusnya mendapat nilai seratus.”
Guru itu tertegun kepada siswa tersebut. Dalam batin sang guru berkata, “Alhamdulillah, dia lulus tes kejujuran. Dia tidak mau hasil ulangannya tercampuri dengan sesuatu yang tidak jujur.”
“Ini anak-anak. Kita memiliki teman yang sangat jujur. Meskipun dalam kondisi yang menguntungkannya, dia mau mengakui kesalahan dan menanggung akibatnya. Siapa yang mampu jujur seperti ini, akan selalu dihargai dan dihormati oleh lingkungannya.”
Sebuah contoh kecil dari lingkungan mereka yang sangat menarik dan biasanya akan membekas lebih dalam. Kejujuran yang demikian perlu kita jaga dan kita perkuat dengan memberi reward kepada kejujuran yang demikian. Bisakah hal itu kita lakukan bersama? (amur)

*) Guru SDBI Al Hikmah Surabaya
Selengkapnya......

kontak via email : sdalhikmah@gmail.com