Kaum
Muslim kembali memasuki bulan Muharram, menandai datangnya kembali tahun yang
baru; kali ini memasuki Tahun Baru 1434 Hijrah. Tidak seperti ketika datang Tahun Baru Masehi yang
disambut dengan penuh semarak oleh masyarakat, Tahun Baru Hijrah disikapi oleh
kaum Muslim dengan ‘dingin-dingin’ saja.
Memang,
Tahun Baru Hijrah tidak perlu disambut dengan kemeriahan pesta. Namun demikian,
sangat penting jika Tahun Baru Hijrah dijadikan sebagai momentum untuk
merenungkan kembali kondisi masyarakat kita saat ini. Tidak lain karena
peristiwa Hijrah Nabi saw. sebetulnya lebih menggambarkan momentum perubahan
masyarakat ketimbang perubahan secara individual. Peristiwa Hijrah Nabi saw.
tidak lain merupakan peristiwa yang menandai perubahan masyarakat Jahiliah saat
itu menjadi masyarakat Islam. Inilah sebetulnya makna terpenting dari Peristiwa
Hijrah Nabi saw.
Ketidakmampuan
kita memahami sekaligus mewujudkan makna terpenting Hijrah ini dalam realitas
kehidupan saat ini hanya akan menjadikan datangnya Tahun Baru Hijrah tidak
memberikan makna apa-apa bagi kita, selain rutinitas pergantian tahun.
Ini tentu tidak kita inginkan.
Makna Hijrah
Secara
bahasa, hijrah berarti berpindah tempat. Adapun secara syar‘i, para fukaha
mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam.
(An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam dalam definisi
ini adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariat Islam secara total
dalam segala aspek kehidupan dan yang keamanannya berada di tangan kaum Muslim.
Sebaliknya,
darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariat Islam dan
keamanannya bukan di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya
beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta Hijrah Nabi saw
sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang
kemudian menjadi Darul Islam).
Peristiwa Hijrah paling
tidak memberikan makna sebagai berikut:
Pertama: Pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran; serta antara Darul Islam dan darul kufur. Paling tidak demikianlah menurut Umar bin al-Khaththab ra. ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).
Kedua: Tonggak berdirinya Daulah
Islamiyah (Negara Islam) untuk pertama kalinya. Dalam hal ini, para ulama dan
sejarahwan Islam telah sepakat bahwa Madinah setelah Hijrah Nabi saw. telah
berubah dari sekadar sebuah kota menjadi sebuah negara Islam; bahkan dengan
struktur yang—menurut cendekiawan Barat, Robert N. Bellah—terlalu modern untuk
ukuran zamannya. Saat itu, Muhammad Rasulullah saw sendiri yang menjabat
sebagai kepala negaranya.
Ketiga: Awal kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum Muslim terus dikucilkan dan ditindas secara zalim oleh orang-orang kafir Makkah. Demikianlah sebagaimana pernah diisyarakatkan oleh Aisyah ra.:
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ
يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَّا الْيَوْمَ
فَقَدْ أَظْهَرَ اللهُ اْلإِسْلاَمَ وَالْيَوْمَ يَعْبُدُ رَبَّهُ حَيْثُ شَاءَ
Dulu ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah) Allah SWT benar-benar telah memenangkan Islam, dan seorang Mukmin dapat beribadah kepada Allah SWT sesuka dia. (HR al-Bukhari).
Setelah
Hijrahlah ketertindasan dan kemalangan umat Islam berakhir. Setelah Hijrah pula
Islam bangkit dan berkembang pesat hingga menyebar ke seluruh Jazirah Arab
serta mampu menembus berbagai pelosok dunia. Setelah Rasulullah saw wafat,
yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar
Jazirah Arab.
Bahkan
setelah Khulafaur Rasyidin —yakni pada masa Kekhalifahan Umayah, Abbasiyah, dan terakhir
Utsmaniyah— kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia. Islam bukan hanya
berkuasa di Jazirah Arab dan seluruh Timur Tengah, tetapi juga menyebar ke
Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke jantung Eropa. Kekuasaan Islam
malah pernah berpusat di Andalusia (Spanyol).
Mewujudkan
Kembali Makna Hakiki Hijrah Nabi saw.
Dengan mengacu pada tiga makna Hijrah di atas, dengan
mengaitkannya dengan kondisi masyarakat saat ini, kita melihat:
Pertama: Saat ini umat Islam hidup
di dalam darul kufur, bukan Darul Islam. Keadaan ini menjadikan umat Islam
membentuk masyarakat yang tidak islami alias masyarakat Jahiliah. Masyarakat
Jahiliah tidak lain adalah masyarakat
yang didominasi oleh
pemikiran dan perasaan umum masyarakat yang tidak islami serta sistem yang juga
tidak islami.
Dalam
konteks zaman Jahiliah modern saat ini, kita melihat, yang mendominasi
masyarakat adalah pemikiran dan perasaan sekular serta sistem hukum sekular,
yang bersumber dari akidah sekularisme; yakni akidah yang menyingkirkan peran
agama dari kehidupan. Saat ini masyarakat didominasi oleh pemikiran demokrasi
(yang menempatkan kedaulatan rakyat di atas kedaulatan Tuhan), HAM,
nasionalisme (paham kebangsaan), liberalisme (kebebasan), permissivisme (paham
serba boleh), hedonisme (paham yang menjadikan kesenangan duniwai/jasadiah
sebagai orientasi hidup), feminisme (paham mengenai kesetaraan gender, pria-wanita),
kapitalisme, privatisasi, pasar bebas, dll.
Perasaan
masyarakat pun didominasi oleh perasaan ridha dan benci atas dasar pandangan
hidup sekular. Mereka meridhai semua yang bersumber dari akidah sekular dan
sebaliknya membenci semua yang bertentangan dengan pandangan sekularisme;
mereka meridhai demokrasi (yang menjunjung tinggi kedaulatan manusia) dan sebaliknya
membenci kedaulatan Allah untuk mengatur manusia; mereka meridhai nasionalisme dan nation
state (negara-bangsa) dan sebaliknya membenci ikatan ukhuwah islamiyah dan
kesatuan kaum Muslim di bawah satu negara (Khilafah Islamiyah); mereka meridhai
liberalisme (kebebasan), permissivisme (paham serba boleh), hedonisme (paham
yang menjadikan kesenangan duniawi/jasadiah sebagai orientasi hidup), dan
sebaliknya membenci keterikatan dengan syariah/hukum-hukum Allah dan tidak menjadikan akhirat
sebagai orientasi hidup mereka; mereka meridhai sistem ekonomi kapitalisme yang
berasaskan manfaat, ekonomi ribawi, privatisasi, dan pasar bebas dan sebaliknya
membenci sistem ekonomi Islam; mereka pun meridhai hukum-hukum kufur yang bobrok
dan sebaliknya membenci hukum-hukum Islam—seperti hukum cambuk, hukum rajam,
atau hukum potong tangan—yang mendatangkan keadilan dan rahmat bagi manusia.
Lebih
dari itu, sistem yang mengatur masyarakat saat ini tidak lain adalah sistem
yang juga bersumber dari akidah sekularisme. Sebaliknya, sistem Islam—yakni
sistem ekonomi, politik, pemerintahan, peradilan, hukum, sosial, budaya maupun
pertahanan dan keamanan negara yang bersumber dari akidah Islam—mereka
campakkan. Itulah realitas masyarakat Jahiliah pada zaman modern saat ini.
Ø
Karena itu, upaya mengubah
masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam, itulah di antara makna hakiki
dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. yang harus kita realisasikan kembali saat ini.
Caranya tidak lain dengan menggusur dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem
sekular di tengah-tengah masyarakat saat ini; kemudian menggantinya dengan
dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem Islam. Tanpa berusaha mengubah ketiga
unsur tersebut di tengah
masyarakat
Jahiliah saat ini, masyarakat Islam yang kita cita-citakan tentu tidak akan
pernah dapat diwujudkan.
Kedua: Saat ini tidak ada satu pun negeri Islam yang layak disebut sebagai Daulah Islamiyah. Padahal kita tahu, di antara makna dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah pembentukan Daulah Islamiyah, yang saat itu ditegakkan di Madinah al-Munawwarah.
Daulah
Islamiyah yang dibentuk oleh Nabi saw.—yang dalam perjalanan selanjutnya
setelah beliau wafat disebut sebagai Khilafah Islamiyah—tidak lain adalah
sebuah negara yang memberlakukan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh
aspek kehidupan. Karena itu, upaya membangun kembali Sistem yang mampu menerapkan kehidupan Islami ini seharusnya menjadi cita-cita bersama umat Islam yang betul-betul ingin
mewujudkan kembali makna Hijrah dalam kehidupan mereka saat ini.
Ketiga: Saat ini keadaan umat
Islam di seluruh Dunia Islam sangat memprihatinkan. Di negeri-negeri di mana
kaum Muslim minoritas, mereka tertindas. Bahkan, kaum Muslim di Palestina (Gaza),Suriya, Myanmar(Rohingya), Filipina (Moro), Thailand (Pattani), India (Kashmir), dan
beberapa wilayah lain merupakan saksi nyata kesengsaraan dan ketertindasan umat Islam saat ini.
Bahkan
di negeri-negeri yang kaya akan kekayaan alam, namun mereka tak berdaya, dengan
mudah negeri mereka diduduki dan dijajah, lihatlah Afghanistan dan Irak. Mereka
ditindas hanya karena satu alasan, yakni karena mereka Muslim; persis seperti
orang-orang kafir Qurays dulu memperlakukan Nabi saw. dan para Sahabatnya
ketika di Makkah. Mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memunculkan
Islam, bahkan sekadar menampilkan identitas mereka sebagai Muslim.
Sebaliknya,
kaum Muslim yang tinggal di negeri-negeri di mana mereka mayoritas pun,
hukum-hukum Islam tidak bisa ditegakkan. Kaum Muslim yang berpegang teguh pada
aturan-aturan Allah SWT disisihkan. Mereka yang konsisten dalam perjuangan
menegakkan syariat Islam terus-menerus difitnah dengan berbagai cap yang
menyudutkan seperti ekstremis, radikal, fundamentalis, bahkan teroris!. Akibatnya, aspirasi Islam
dibungkam dan para pejuangnya pun diburu, dijebloskan ke penjara, bahkan
dibunuh.
Kaum
Muslim saat ini hidup tertekan dalam “penjara besar”, yakni negeri mereka
sendiri, yang telah dikuasai oleh sistem kufur yang dikontrol oleh
negara-negara kafir Barat imperialis. Posisi umat Islam yang pernah mengalami
masa kejayaannya sejak zaman Nabi saw. sampai Kekhilafahan Ustmaniyah di Turki
kini tinggal kenangan.
Apalagi setelah Peristiwa 11 September 2001, Islam dan kaum Muslim betul-betul menjadi “bulan-bulanan” orang-orang kafir. Padahal, kita
tahu, di antara makna dari
Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah bangkitnya kaum Muslim setelah mereka lama tertindas
dan terzalimi (kurang-lebih 13 tahun) di negeri mereka sendiri, yakni Makkah,
sebagaimana diisyaratkan oleh Aisyah ra. di atas.
Ø Karena itu, agar kaum Muslim dapat benar-benar mewujudkan kembali
makna Hijrah yang sebenarnya, tidak lain, umat ini harus segera melepaskan diri
dari segala bentuk kezaliman sistem kufur dan kekuasaan negara-negara
imperialis Barat kafir, yang nyata-nyata telah menimbulkan ketertindasan dan
kemalangan kaum Muslim dalam berbagai bidang kehidupan. Semua itu tidak lain
hanya bisa
diwujudkan dengan kembali berhijrah dari
ideology kufur menuju ideology Islam.
Khatimah
Hanya
dengan mewujudkan kembali ketiga makna Hijrah di ataslah kekufuran akan lenyap
digantikan oleh keimanan; kejahiliahan akan musnah tertutup cahaya Islam; darul
kufur akan terkubur oleh Darul Islam; masyarakat Jahiliah pun akan berubah menjadi
masyarakat Islam; dan dari masyarakat yang terpecah belah
menjadi umat yang satu. Hanya dengan itu pula,
insya Allah, umat Islam saat ini akan berubah dari umat yang terhina menjadi
umat yang akan meraih kembali posisi terhormat sebagaimana yang dinyatakan oleh
Allah SWT:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar